
DASAR-DASAR PENGETAHUAN
(Makalah Mata
Kuliah Filsafat Ilmu)

OLEH:
Alfonsus Sam (Nomor Registrasi :
7816110450)
PROGRAM STUDI :
PEP
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011
I.
Pengantar
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin
tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan
kedua-duanya.[1] Disadari
atau tidak, setiap manusia normal selalu berfilsafat. Karena manusia yang
normal selalu bertanya dan mencari jawaban tentang segala sesuatu yaitu Tuhan, dunia dan dirinya
termasuk apa yang dilakukannya. Menurut
Aristoteles (384-322) dari kodratnya semua manusia memiliki hasrat ingin tahu. Dalam diri
manusia ada dorongan untuk mengetahui (desiderium
sciendi) lebih banyak tentang kenyataan yang mengitarinya dan tentang dirinya
sendiri. Manusia memiliki akal budi yang haus akan pengetahuan baru (an inquistive mind), yang terbuka
untuk menyelidiki segala kejadian dan gejala.[2]
Filsafat
bertolak dari keinginan mendasar ini. Manusia selalu mempertanyakan segala
sesuatu. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki akal budi yang memungkinkan
dia untuk berpikir logis, bernalar, dan merefleksikan
keberadaannya. Dengan ini
manusia memiliki kemampuan yang melebihi makhluk
lain seperti tumbuhan dan hewan.
Seekor hewan, misalnya tidak memiliki
kesadaran diri, dia tidak sadar bahwa ia tahu, tidak tahu bahwa ia menginginkan
sesuatu. Manusia sebaliknya, tidak hanya menangkap peristiwa-peristiwa khusus yang
terjadi dengan indera-indera seperti makhluk-makhluk lain. Dengan akal
budinya dia mampu membentuk pengertian-pengertian dan merumuskan
putusan-putusan logis. Dia tidak hanya puas mengenal fakta-fakta, tetapi juga
ingin mengetahui ”alasan, sebab” dari fakta-fakta itu.
Pengetahuan
yang diperoleh dengan akal budi menyata dalam dua bentuk utama. Yang satu
bersifat rasional atau logis, yang
bekerja dengan konsep-konsep umum. Bentuk ini bersifat spekulatif, abstrak dan refleksif. Aristoteles menjelaskan manusia
sebagai makhluk berakal budi (animal rationale). Tetapi ada
bentuk lain yang juga penting, yaitu
pengetahuan yang bersifat intuitif
dan berdasarkan wahyu yang
bekerja dengan gambar-gambar, simbol-simbol, mitos-mitos dan
perbandingan (kiasan). Kedua bentuk ini
tentunya mesti dipahami dalam satu kesatuan corak berpikir manusia sebagai
makhluk berakal budi.
Makalah ini diberi judul
“Dasar-Dasar Pengetahuan” yang di dalamnya akan diuraikan mengenai dasar-dasar
pengetahuan, sumber-sumber pengetahuan dan usaha untuk mencari kebenaran. Tentu
semua pembahasan tersebut tetap berkutat pada topik mengenai filsafat ilmu yang
merupakan salah satu cabang dari filsafat. Adapun pertanyaan yang akan
dicarikan jawabnya melalui makalah ini ialah: pertama, apa yang menjadi dasar-dasar pengetahuan? kedua, manakah yang merupakan
sumber-sumber utama dari pengetahuan?
ketiga, apa yang menjadi kriteria untuk menentukan suatu kebenaran?
II.
Pengertian Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan
1.
Pengetahuan (knowledge)
Secara etimologi
pengetahuan yang dalam bahasa Inggris yaitu knowledge didefinisi sebagai kepercayaan yang benar (knowledge
is justified true belief).[3]
Secara
terminologi, menurut Drs. Sidi Gazaliba, pengetahuan adalah apa yang diketahui
atau hasil dari pekerjaan tahu.[4]
Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan
pandai. Jadi semua pengetahuan itu adalah milik dari isi pikiran. Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Loren Bagus dalam kamus
filsafatnya menjelaskan bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang
diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.[5]
Pada peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di
dalam dirinya sendiri yang sedemikian aktif, sehingga yang mengetahui itu
menyusun yang diketahui itu pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
a.
Pengetahuan
adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka pastilah dalam
kehidupan manusia terdapat pengetahuan dan kebenaran.
b.
Keahlian dan keterampilan-keterampilan
yang diperoleh oleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan; pemahaman praktis atau teoritis
tentang suatu hal.
c.
Apa yang dikenal di dalam
bidang tertentu atau secara keseluruhan, baik fakta-fakta dan / atau informasinya.
d.
Kesadaran atau
keakraban yang diperoleh oleh pengalaman dari suatu fakta atau situasi.
Dari pengertian-pengertian yang
telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan segala
sesuatu yang diketahui manusia. Suatu hal yang menjadi pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang
diketahui serta kesadaran mengenai hal yang
ingin diketahui. Oleh karena itu pengetahuan menuntut
adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan
objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin
diketahuinya.
2.
Ilmu (Science)[7]
Menurut kamus Webster New World
Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire yang
artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta”
mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang
dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami
perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis
yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan
untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji.
Dalam bahasa Arab, ilmu (ilm)
berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara
harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire.
Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains).
Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme-positivisme sedangkan ilmu melampuinya
dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika.
The Liang Gie[8]
memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari
penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman rasional empris mengenai
dunia dalam berbagai segi, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang
menjelaskan berbagai kegiatan yang tidak dimengerti oleh manusia.
|

Ilmu harus diusahakan
dengan menggunakan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan
metode tertentu dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan
yang sistematis.
Ilmu sebagai aktivitas
ilmiah yang dapat berwujud penelaahan (study),
penyelidikan (inquiry), usaha menemukan
(attempt to find) atau pencarian (search). Oleh karena itu penelitian dilakukan
berberapa kali sehingga dapat menemukan
pengetahuan baru.
Jadi perbedaan antara
pengetahuan dan ilmu adalah jika pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu
manusia untuk memahami suatu objek tertentu, sedangkan ilmu (science) merupakan
pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis.
3.
Ilmu Pengetahuan
Menurut Bahm[9]
definisi ilmu pengetahuan melibatkan enam komponen yaitu, masalah, sikap,
metode, aktivitas, kesimpulan dan pengaruh.
a.
Masalah (problem)
Tiga
karakteristik yang dimiliki oleh masalah yaitu communicability (masalah adalah sesuatu yang dikomunikasikan), the scientific attitude (memenuhi karakteristik curiosity, specullativeness,
willingness to be objective, willingness to suspend judgement dan tentavity), the scientific method (masalah harus dapat diuji).
b.
Sikap (attitude)
Karakteristik yang harus
dipenuhi yaitu:
1)
Curiosity, adanya rasa
ingin yahu bagaimana sesuatu itu ada, bagaimana sifatnya, fungsinya dan
bagaimana sesuatu dihubungkan dengan sesuatu yang lain
2)
Speculativeness, scientist harus mempunyai usaha dan
hasrat untuk mencoba memecahkan masalah melalui hipotesi-hipotesis yang
diusulkan
3)
Willingness to be objective, hasrat dan usaha untuk bersikap dan bertindak objective
merupakan hal yang penting bagi seorang scientist
4)
Willingnees to suspend judgement, seorang scientist
dituntut untuk bertindak sabar dalam melakukan observasi dan bersikap biaksana dalam menentukan
keputusan berdasarkan bukti yang dikumpulkan karena yang ditemukan masih tentatif
c.
Metode (method)
Esensi
sebuah science terdapat pada
metodenya, science sebagai teori
merupakan sesuatu yang selalu berubah. Berkenaan dengan sifat metode scientific, para science tidak selalu memiliki ide yang pasti yang dapat ditunjukan
sebagai sesuatu yang absolute dan mutlak
d.
Aktivitas (activity)
Science adalah
suatu lahan yang dilakukan oleh para scientist
melalui scientific research yang terdiri dari aspek individual
dan sosial. Dari aspek individual, scince
adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang sedangkan dari aspek social scientist menyuarakan kelompok
orang-orang ‘elite’dan science
merupakan a never ending journey.
e.
Kesimpulan
(conclusion)
Kesimpulan
merupakan pemahaman yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah adalah tujuan
dari science, yang diakhiri dengan
pembenaran sikap, metode dan aktivitas.
f.
Beberapa
pengaruh (effect)
Pengaruh yang ditimbulkan ada dua yaitu applied science yaitu pengaruh ilmu terhadap ekologi dan kedua
pengaruh ilmu terhadap masyarakat serta membudayakannya menjadi berbagi macam
nilai.
4.
Ciri-ciri
Ilmu Pengetahuan
Menurut Liang Gie ilmu pengetahuan memiliki 5 ciri
pokok[10],
yaitu:
a.
Empiris,
pengetahuan diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
b.
Sistematis,
berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu
memiliki hubungan ketergantungan dan teratur.
c.
Objektif,
ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan
pribadi.
d.
Analitis,
pengetahuan ilmiah berusaha membedakan pokok persoalan ke dalam bagian yang
terperinci untuk memahami berbagi hubungan dan peranan dari bagian-bagian itu
e.
Verfikatif,
dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga.
5.
Jenis-jenis Pengetahuan
Burhanuddin
Salam mengklasifikasikan bahwa pengetahuan yang diperoleh manusia dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok,[11]
yaitu:
a.
Pengetahuan biasa (common sense) yaitu pengetahuan biasa,
atau dapat kita pahami bahwa pengetahuan ini adalah pengetahuan yang karena
seseorang memiliki sesuatu karena menerima secara baik. Orang menyebut sesuatu
itu merah karena memang merah, orang menyebut benda itu panas karena memang
benda itu panas dan seterusnya.
b.
Pengetahuan Ilmu (science) yaitu ilmu pengetahuan yang
bersifat kuantitatif dan objektif, seperti ilmu alam dan sebagainya.
c.
Pengetahuan Filsafat,
yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif
dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan
kedalaman kajian tentang sesuatu.
d.
Pengetahuan Agama,
yaitu pengetahuan yang hanya didapat dari Tuhan lewat para utusan-Nya.
Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Pengetahuan juga dapat dibagi atas pengetahuan ilmiah dan pengetahuan
non-ilmiah[12]:
a.
Pengetahuan non
ilmiah
Pengetahuan
non ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang
tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Dalam hal ini termasuk juga
pengetahuan yang meskipun dalam babak terkhir direncanakan untuk diolah lebih
lanjut menjadi pengetahuan ilmiah yang
biasa disebut pengetahuan pra ilmiah. Seringkali di dalamnya juga termasuk
hasil-hasil pemahaman yang merupakan campuran dari hasil penyerapan secara
indrawi dan hasil pemikiran secara akali.
b.
Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil
pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan
jenis ini umumnya disebut ilmu pengetahuan.
III.
Dasar- dasar Pengetahuan[13]
1.
Pengalaman
Pengalaman adalah peristiwa yang terjadi dalam diri manusia dalam
interaksinya dengan alam, lingkungan dan kenyataan. Pengalaman terbagi
menjadi dua (2) yakni:
a.
Pengalaman
primer
Yaitu
pengalaman langsung akan tersentuh indrawi dengan benda konkrit di
luar manusia dan peristiwa itu disaksikan sendiri
b.
Pengalaman
sekunder
Pengalaman
tidak langsung yang merupakan relaktif mengenai pengalaman primer
Pengalaman manusia memiliki ciri yang khas. Ada 3
ciri pokok pengalaman manusia,
yakni
a.
Pengalaman manusia
beranekaragam
b.
Pengalaman
berkaitan dengan objek-objek tertentu di luar diri manusia
c.
Pengalaman
manusia akan selalu bertambah sesuai dengan pertambahan
kedewasaan, kesempatan dan usia.
2.
Ingatan
Ingatan merupakan kelanjutan
dari pengalaman. Tanpa ingatan, pengalaman indrawi tidak akan bertumbuh menjadi pengetahuan. Ingatan mengandalkan
pengalaman indrawi sebagai sandaran ataupun rujukan. Kita hanya dapat mengingat
apa yang sebelumnya telah kita alami. Kendati ingatan sering kabur dan tidak
tepat, namun kita dalam kehidupan sehari-hari selalu mendasarkan pengetahuan
kita pada ingatan baik secara teoritis dan praktis. Tanpa ingatan, kegiatan
penalaran kita menjadi mustahil. Karena untuk bernalar dan menarik kesimpulan
dalam premis-premisnya kita menggunakan nalar.
Ingatan tidak selalu benar dan karenanya tidak selalu merupakan
bentuk pengetahuan. Agar ingatan dapat dijadikan rujukan dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya bagi pengetahuan, setidaknya ada dua syarat
yang harus dipenuhi yakni kesaksian dan konsisten
3.
Kesaksian
“Kesaksian” dimaksudkan untuk penegasan sesuatu sebagai benar oleh
seorang saksi kejadian atau peristiwa, dan diajukan kepada orang lain untuk
dipercaya. “Percaya” dimaksudkan untuk menerima sesuatu sebagai benar yang
didasarkan pada keyakinan dan kewenangan atau jaminan otoritas orang yang
memberi kesaksian.
Dalam mempercayai suatu kesaksian, kita tidak memiliki cukup bukti
intrinsik untuk kebenarannya. Yang kita miliki hanyalah bukti ekstrinsik.
Menurut Descartes, beberapa pemikir menolak kesaksian sebagai salah satu dasar
dan sumber pengetahuan karena kesaksian bisa keliru dan bersifat menipu.
Walaupun demikian, ada beberapa pengetahuan yang kebenarannya dirujukkan kepada
kesaksian seperti sejarah, hukum, dan agama secara metodologis
4.
Minat dan
Rasa Ingin Tahu
Tidak semua pengalaman dapat dijadikan pengetahuan atau tidak
semua pengalaman berkembang menjadi pengetahuan. Untuk berkembang menjadi
pengetahuan subjek yang mengalami harus memiliki minat dan rasa ingin tahu.
Minat mengarahkan perhatian ke hal-hal yang dialami dan dianggap penting untuk
diperhatikan. Ini berarti bahwa dalam kegiatan mengetahui terdapat unsur
penilaian. Orang akan memperhatikan dan mengetahui apa apa yang ia anggap
bernilai. Dan rasa ingin tahu mendorong untuk bertanya dan menyelidiki apa yang
dialaminya dan menarik minatnya. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya.
Rasa ingin tahu terkait erat dengan pengalaman mengagumkan dan
mengesankan dengan keheranan yang dialami. Mengajukan pertanyaan yang tepat
mengandaikan bahwa orang tahu di mana ia tahu dan di mana ia tidak tahu. Maka,
mengajukan pertanyaan yang tepat adalah langkah pertama untuk memperoleh
jawaban yang tepat.
5.
Pikiran dan
Penalaran
Kegiatan pokok pikiran dalam mencari kebenaran dalam pengetahuan
adalah penalaran. Bagi seorang guru, nalar adalah latihan intelektual untuk
meningkatkan akal budi anak didik. Nalar dalam kehidupan kita sehari-hari
selalu diartikan rasionalitas. Nicholas Rescher mengatakan, “Bersikap rasional
berarti menggunakan kecerdasan untuk menentukan tindakan terbaik dalam suatu
keadaan.” Ini definisi kasar, tapi berguna sebagai landasan untuk membangun
suatu argument
Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
telah diketahui sebelumnya. Setidaknya ada dua metode dalam proses penalaran. Pertama, induksi yakni penalaran yang
menarik simpulan umum (universal) dari kasus-kasus tertentu (partikular). Kedua, deduksi yakni penalaran untuk
merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang kemungkinan
pernyataannya masih perlu untuk diuji coba.
6.
Logika
Dalam logika, ada tiga rumus yang menjadi dasar-dasar pengetahuan.
Pertama, silogisme kategoris yakni
silogisme yang terdiri dari proposisi-proposisi yang bersifat kategoris, yaitu
proposisi yang berbentuk S itu P atau S itu bukan P.
Contoh: Semua manusia dapat mati
Ken Arok adalah manusia
Ken Arok dapat mati
Contoh di atas adalah silogisme kategoris yang bersifat yang
bersifat positif. Tapi silogisme kategoris juga bisa bersifat negatif. Maka,
secara umum ada empat silogisme kategoris sejajar dengan empat jenis proposisi
kategoris.
Afirmatif universal (A) : Semua manusia dapat mati
Negatif universal (B) : Semua manusia tidak dapat hidup terus
Afirmatif universal (I) : Beberapa orang dapat berenang
Negatif partikular (O) : Beberapa orang tidak dapat berenang
Kedua, silogisme hipotetis yakni silogisme dalam proposisi bersyarat.
(1)
Modus
ponen: kalau p – tetapi p
Maka q
(2)
Modus
tolens: kalau p – q
Tetapi q
Maka q
Bentuk-bentuk silogisme
hipotetis lain tidak sahih.
Dan ketiga, silogisme
disjungtif adalah silogisme yang sahih hanya dalam salah satu kemungkinan yang
menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan lain.
Contoh: Atau p, atau q, atau r
Tapi bukan p dan bukan r
Maka r
7.
Bahasa
Di samping logika penalaran juga mengandaikan bahasa. Tanpa bahasa
manusia tidak dapat mengungkapkan pengetahuannya. Dalam eksperimen antara bayi
dan anak kera yang lahir secara bersama waktunya, pada awalnya keduanya
berkembang hampir sejajar. Tapi seorang anak mulai bisa berbahasa, daya
nalarnya menjadi amat berekembang dan pengetahuan tentang diri sendiri serta
lingkungannya menjadi jauh melampaui kera seusianya.
8.
Kebutuhan
Hidup Manusia
Dalam interaksinya dengan dunia dan lingkungannya manusia membutuhkan
pengetahuan. Maka, kebutuhan manusia juga dapat mendasari dan mendorong manusia
untuk mengembangkan pengetahuannya. Berbeda dengan binatang, manusia memperoleh
pengetahuan tidak hanya didasarkan pada instingtif tapi juga kreatif. Manusia
adalah makhluk yang mampu menciptakan alat, memiliki strategi, dan
kebijaksanaan dalam bertindak.
Walaupun kebutuhan manusia yang mendasari pengetahuan termasuk ke
dalam dimensi pragmatis pengetahuan tapi juga terdorong oleh rasa keingintahuan
yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.
IV.
Sumber Pengetahuan[14]
Ada dua teori untuk
mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu:
1.
Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan
menurut realisme adalah gambaran atau copy yang sebenarnya dari apa yang ada
dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat). Pengetahuan atau gambaran yang ada
dalam akal adalah copy dari yang asli yang ada di luar akal. Hal ini tidak
ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam foto. Dengan demikian, realisme
berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan
kenyataan.
2.
Idealisme
Idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah
proses-proses mental atau proses psikologis yang bersifat subjektif. Oleh
karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan
gambaran subjektif dan bukan gambaran objektif tentang realitas. Subjektif
dipandang sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat gambaran
tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat
kebenaran. Yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau
penglihatan orang yang mengetahui atau (subjek).
Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan:
1.
Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Dengan inderanya, manusia dapat mengatasi taraf hubungan yang
semata-mata fisik dan masuk ke dalam medan intensional, walaupun masih sangat
sederhana. Indera menghubungkan manusia dengan hal-hal konkret-material.
Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya
perbedaan antara indra yang satu dengan indra yang lainnya, berhubungan dengan
sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai
dengannya. Masing-masing indera menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau makhluk yang
menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut perbedaan indera dan
terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
2.
Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia
memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau
ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata yang
bersifat universal. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip universal adalah
abstraksi dari benda-benda kongkret, seperti hukum kausalitas atau gambaran
umum tentang benda tertentu. Kaum rasionalis yakin bahwa kebenaran hanya dapat
ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
3.
Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses
penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu
masalah dan tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa
melalui proses berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai
disitu. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya
bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi ini bekerja
dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu
permasalahan ditemukan tidak tergantung waktu orang tersebut secara sadar
sedang menggelutnya. Namun intuisi ini bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka
intuisi ini tidak bisa diandalkan.
4.
Wahyu
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada
manusia. Pengetahuan ini disalurkan oleh nabi-nabi yang diutusnya sepanjang
zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang
terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental
seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti.
Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang ghaib
(supernatural). Kepercayaan kepada tuhan yang merupakan sumber pengetahuan,
kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu
sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini.
Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama.
5. Penalaran
dan logika
Penalaran adalah proses
berpikir yang bertolak dan pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi –proposisi yang
sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar,
orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens)
dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi. Hubungan antara premis dan konklusi
disebut konsekuensi.
a. Metode berpikir induktif adalah
metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke
umum. Hukum yang disimpulkan di fenomena yang diselidiki berlaku bagi
fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk
dari metode berpikir induktif.
b. Metode berpikir deduktif adalah
metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk
seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh: Masyarakat Indonesia
konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus)
dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya
hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status social.
V.
Cara Penemuan Kebenaran
1.
Kriteria Kebenaran[15]
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Apa yang disebut benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain.
Karena itu, kegiatan berfikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang
benar itu atau kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama
kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda.
Pengetahuan alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam
fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis
dari bidang pengetahuan.
Dalam
kamus umum Bahasa Indonesia ditemukan arti kebenaran, yaitu: 1. Keadaan yang
benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya); 2. Sesuatu yang benar
(sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya); 3. kejujuran, ketulusan hati; 4.
Selalu izin, perkenanan; 5. Jalan kebetulan.[16]
2.
Jenis-jenis
kebenaran[17]
Kebenaran
dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam filsafat ilmu, yaitu:
a. Kebenaran
Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia,
b. Kebenaran
Ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala
sesuatu yang ada maupun diadakan.
c. Kebenaran
Semantikal, adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata
dan bahasa.
Berdasarkan
scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
a. Tingkatan kebenaran
indera adalah tingkatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
b.
Tingkatan ilmiah,
pengalaman-pengalaman yang didasarkan di samping melalui indara,
diolah pula dengan rasio
c.
Tingkat filosofis,
rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin
tinggi nilainya.
d.
Tingkatan religius,
kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh
kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
3. Teori kebenaran
Perbincangan tentang
kebenaran dalam perkembangan pemikiran filsafat sebenarnya sudah dimulai sejak
Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap
sebagai teori pengetahuan yang paling awal. Kemudian dilanjutkan oleh
Aristoteles hingga saat ini, dimana teori pengetahuan berkembang terus untuk
mendapatkan penyempurnaan. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan mempunyai nilai
kebenaran atau tidak sangat berhubungan erat dengan sikap dan cara memperoleh pengetahuan.
Berikut
secara tradisional teori-teori kebenaran itu antara lain sebagai berikut:[18]
a.
Teori Kebenaran Saling Berhubungan
(Coherence Theory of Truth)
b.
Teori Kebenaran Saling
Berkesesuaian (Correspondence Theory of Truth)
c.
Teori Kebenaran
Inherensi (Inherent Theory of Truth)
d.
Teori Kebenaran
Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
e.
Teori Kebenaran Sintaksis
f.
Teori Kebenaran
Nondeskripsi
g.
Teori Kebenaran Logik
yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
Dari
sekian banyak teori kebenaran, teori kebenaran yang saat ini dikenal dirangkum
dalam tiga teori yakni teori kebenaran Berhubungan
(Coherence Theory of Truth), Teori
Kebenaran Saling Berkesesuaian (Correspondence Theory of Truth), dan Teori Kebenaran Pragmatis (Pragmatism
Theory of Truth)[19]
Karena kebenaran tidak
dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu
sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi
dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat
sifat-sifat dari kebenaran. Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal,
yaitu:
a.
Kebenaran berkaitan
dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang dimiliki ditilik
dari jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu berupa:
1)
Pengetahuan biasa atau
disebut ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini
memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada
subjek yang mengenal.
2)
Pengetahuan ilmiah,
yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan
menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli sejenis.
Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan
hasil penelitian yang penemuan mutakhir.
3)
Pengetahuan filsafat,
yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran
filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran analitis,
kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung adalah
absolute-intersubjektif.
4)
Kebenaran pengetahuan
yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama bersifat dogmatis
yang selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan
dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang
digunakan untuk memahaminya.
b.
Kebenaran dikaitkan
dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah
seseorang membangun pengetahuannya. Implikasi dari penggunaan alat untuk
memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang
dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya.
Jadi jika membangun pengetahuan melalui indera atau sense experience, maka
pembuktiannya harus melalui indera pula.
c.
Kebenaran dikaitkan
atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Membangun pengetahuan
tergantung dari hubungan antara subjek dan objek, mana yang dominan. Jika
subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran
yang bersifat subjektif. Sebaliknya, jika objek yang berperan, maka jenis
pengetahuannya mengandung nilai kebenaran yang sifatnya objektif.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan
tahu. Dengan perkataan lain pengetahuan merupakan proses dan hasil dari usaha
manusia untuk mengetahui sesuatu. Dalam artian ini, dapat dikatakan juga bahwa
pengetahuan merupakan hasil tahu manusia untuk memahami suatu objek tertentu,
sedangkan ilmu (science) adalah pengetahuan yang bersifat positif dan
sistematis.
Adapun yang menjadi dasar dari pengetahuan meliputi pengalaman,
ingatan, kesaksian, minat dan rasa
ingin tahu, pikiran dan penalaran, logika, bahasa, kebutuhan hidup manusia.
Dalam usaha mencari dan menemukan pengetahuannya, sebagai makhluk
berakal budi, manusia tentu tidak hanya mengandalkan penalaran akal budinya
(teori realisme), tetapi juga pengalaman (teori empirisme), intuisi dan wahyu.
Keempat hal inilah yang menjadi sumber dari pengetahuan manusiawi.
Topik pembicaraan mengenai berpikir merupakan aktus yang hanya
dilakukan oleh manusia. Hal ini disebabkan karena manusia merupakan makluk
berakal budi yang memiliki aneka kemampuan, yang diantaranya memiliki kemampuan
bernalar. Dengan adanya daya nalar, manusia merupakan satu-satunya makluk yang
dapat mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Ada dua hal yang
menjadi alasan manusia mengembangkan pengetahuan. Pertama, manusia mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan informasi
dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, manusia memiliki kemampuan
berpikir menurut kerangka berpikir tertentu ( logis dan analitis).
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Apa yang disebut benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain.
Karena itu, pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya
karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan alam metafisika
tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Alam fisik pun
memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dari bidang pengetahuan.
Menurut
telaah dalam filsafat ilmu, Kebenaran dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu:
Kebenaran Epistemologikal, Kebenaran Ontologikal, dan Kebenaran Semantikal.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi
: tingkatan kebenaran indera, tingkatan ilmiah, tingkat filosofis, rasio dan
pikir murni, dan tingkatan religius.
Karena kebenaran tidak
dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu
sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi
dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat
sifat-sifat dari kebenaran. Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal. Pertama, Kebenaran berkaitan dengan
kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang dimiliki ditilik dari
jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu berupa: pengetahuan biasa,
pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan agama. Kedua, Kebenaran dikaitkan dengan sifat
atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang
membangun pengetahuannya. Ketiga, Kebenaran
dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan.
Bertitik tolak dari aneka pandangan dan sifat dari kebenaran, maka dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran, diantaranya tiga yang utama, yakni: Pertama, teori kebenaran sebagai persesuaian (the correspondence theory of truth), disebut juga teori korespondensi; teori kebenaran sebagai peneguhan (the coherence theory of truth), atau disebut juga sebagai teori koherensi; dan ketiga, teori pragmatis (the pragmatis theory of truth).
Bertitik tolak dari aneka pandangan dan sifat dari kebenaran, maka dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran, diantaranya tiga yang utama, yakni: Pertama, teori kebenaran sebagai persesuaian (the correspondence theory of truth), disebut juga teori korespondensi; teori kebenaran sebagai peneguhan (the coherence theory of truth), atau disebut juga sebagai teori koherensi; dan ketiga, teori pragmatis (the pragmatis theory of truth).
REFERENSI
Akifahadi, Labib
Syauqi. Dasar-dasar Pengetahuan Dan Kriteria Kebenaran. Sumber
dari http://labibsyauqi.blogspot.com/2009/06/dasar-dasar-pengetahuan-dan-kriteria.html
[diakses di Jakarta, 30
september 2011]
Bagus, Lorens, Kamus
Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011
Gazalba, Sidi. Sistematika
Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1992
Kattsoff, O. Louis. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007
Leenhouwers,P. Manusia dan Lingkungannya. Jakarta: Gramedia, 1988
Lubis,
Akhyar Y. dan Donny G. Adian, Pengantar
Filsafat Ilmu Pengetahuan, Depok: Koekoesan, 2011
Salam, Burhanuddin. Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara, 2000
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat
Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007
[6] http://labibsyauqi.blogspot.com/2009/06/dasar-dasar-pengetahuan-dan-kriteria.html, diakses di Jakarta, 30
september 2011]
[13] Pembahasan dalam topik
dasar-dasar pengetahuan ini, diringkas pemakalah dari http://labibsyauqi.blogspot.com/2009/06/dasar-dasar-pengetahuan-dan-kriteria.html, diakses di Jakarta, 30 september 2011]. Bdk.
juga Surajiyo. Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2010