Sabtu, 02 Juni 2012

Tentang Pengukuran


Nama                          : Alfonsus Sam
Nomor Registrasi      : 7816110450
Program Studi           : PEP
Mata ujian                 : Pengukuran Pendidikan
Dosen Pengampu      : Dr. Soeprijanto, M.Pd

A.    Soal
1.      Jelaskan konteks, lingkup serta tujuan pengukuran pendidikan!
2.      Jelaskan sesuai pemahaman tentang skala, statistik deskriptif, koefisien korelasi, dan signifikan figure (keberartian angka)
3.      Jelaskan dengan contoh perbedaan instrumen tes dan non tes
4.      Jelaskan perbedaan uji kompetensi dan penilaian kinerja dilihat dari praktik pengukurannya.
5.      Cari standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (sekolah). Gunakan untuk membuat kisi-kisi soal tes sumatif (mata pelajaran dapat dipilih).

B.     Jawaban
1.      Konteks, Lingkup, dan Tujuan Pengukuran Pendidikan[1]
            Pengukuran yang diterjemahkan dari kata bahasa Inggris Measurement merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu objek pengukuran atau objek ukur. Kekhasan dari pengukuran ialah bahwa selalu bersifat kuantitatif. Menurut Cangelosi (1984), pengukuran merupakan proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Secara lebih luas, Wiersma dan Jurs memberikan definisi pengukuran sebagai penilaian numerik terhadap fakta-fakta dari objek yang hendak diukur menurut kriteria atau satuan-satuan tertentu.
            Dalam bidang pendidikan mutlak diperlukan pengukuran. Kini dikenal dengan istilah pengukuran pendidikan. pengukuran pendidikan pada prisnsipnya merupakan proses memasang fakta-fakta suatu objek dengan satuan-satuan ukuran tertentu dalam lingkup pendidikan.
            Ruang lingkup pengukuran dalam pendidikan meliputi pemberian angka dan satuan-satuan tertentu pada objek pembelajaran seperti prestasi atau hasil belajar siswa, sikap, motivasi, inteligensi, bakat, kecerdasan emosional, minat, dan kepribadian.
Pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki peranan yang amat penting. Ada tujuan penting dan urgen dari pengukuran dalam dunia pendidikan. data hasil pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki arti penting bagi semua stake holder pendidikan. Bagi guru, hasil pengukuran berfungsi untuk membandingkan tingkat kemampuan siswa dengan siswa lainnya dalam kelompok yang diajarnya. Bagi orang tua siswa, data hasil pengukuran dapat menjadi informasi tentang kemajuan belajar anaknya. Bagi siswa sendiri, data hasil pengukuran menjadi pemicu dalam belajarnya. Siswa dapat mengetahui kemampuannya secara lengkap dan menyeluruh. Dengannya dia dapat mengembangkan sendiri dan menemukan metode pembelajaran yang cocok baginya. Bagi masyarakat umum, data hasil pengukuran akan merupakan informasi penting dalam rangka mengetahui kemajuan dari suatu lembaga pendidikan. bagi pemerintah, data hasil pengukuran dapat menjadi informasi penting dalam rangka menentukan kebijakan yang tepat untuk mengembangkan lembaga pendidikan.

2.      Skala, statistik deskriptif, koefisien korelasi, dan signifikan figure.
a.       Skala[2]
      Skala merupakan seperangkat aturan untuk mengkuantitatifkan data pengukuran dari suatu variabel. Maksud dari skala tersebut ialah untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya. Dilihat dari bentuk data yang dihaasilkan melalui kegiatan pengukuran, maka skala pengukuran dibagi menjadi empat macam yakni skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala ratio.
      Skala nominal merupakan jenis skala yang paling sederhana yang berupa pengelompokkan atau pengkategorisasian kejadian atau fenomena ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori, sehingga yang masuk dalam satu kelas atau kategori ialah sama dalam hal atribut atau sifatnya. Perbedaan kelas atau kategori tidak menunjukkan adanya tingkatan, yang ada hanya menunjukkan simbol atau lambang dari suatu kategori tertentu.
      Skala Ordinal ialah skala yang didasarkan pada ranking, diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang yang lebih rendah atau sebaliknya. Skala ini memberikan perbedaan antara satu jenis data dengan jenis data yang lain berdasarkan besar kecilnya, tinggi rendahnya, baik buruknya, dan lain-lain.
      Skala interval ialah skala yang memiliki jarak yang sama antara satu data dengan data yang lain. Hal ini terjadi karena menggunakan unit pengukuran yang konsisten atau satuan yang sama. Dalam skala interval tidak dikenal nol mutlak.
      Skala ratio ialah skala pengukuran yang memiliki nilai nol mutlak dan memiliki jarak yang sama. Skala ratio dan interval sering digunakan dalam pengukuran fenomena psikologi, sedangkan dua skala lainnya digunakan untuk mengukur gejala sosial.
      Dari keempat jenis skala yang telah dijelaskan terdahulu, selanjutnya dikembangkan tipe-tipe skala dalam pengukuran. Tipe skala pengukuran dimaksud ialah skala likert, skala semantik differensial, rating scale, dan skala Thurstone.[3]
      Skala likert ialah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, atau persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu variabel, konsep, gejala, atau fenomena. Skala semantik differensial atau skala perbedaan semantik berusaha mengukur arti objek atau konsep bagi seorang responden. Berbeda dengan dua skala terdahulu, kalau keduanya berupa data kualitatif yang dikuantitatifkan, maka pada Rating scale berupa data kuantitatif yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kulaitatif. Sedangkan skala thurstone ialah suatu skala yang disusun untuk mengurutkan responden berdasarkan suatu kriteria tertentu.

b.      Statistik Deskriptif
      Statsitik deskriptif lazim dikenal juga dengan istilah statistik deduktif dan statistik sederhana. Yang dimaksudkan dengan statistik deskriptif ialah statistik yang tingkat pekerjaannya mencakup cara-cara menghimpun, menyusun atau mengatur, mengolah, menyajikan, dan menganalisi data angka, agar dapat memberikan gambaran yang teratur, ringkas, dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa, atau keadaan.[4] Dengan perkataan lain, statistik deskriptif ialah statistik yang mempunyai tugas mengorganisasi dan menganalisis data angka agar dapat memberikan gambaran secara teratur, ringkas, dan jelas, mengenai suatu gejala, peristiwa, atau keadaan, sehingga dapat ditarik pengertian atau makna tertentu.

c.       Koefisien Korelasi
      Koefisien korelasi adalah ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan, terutama untuk data kuantitatif[5]. Derajat hubungan yang dimaksud adalah seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam regresi linear sederhana, koefisien korelasi merupakan kuadrat korelasi antara Y dan X, sedangkan dalam regresi linear ganda, koefisien korelasi merupakan sumbangan atau kontribusi bersama dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat[6].
      Adapun kegunaan dari koefisien korelasi ialah untuk menentukan hubungan dan besarnya hubungan antara dua variabel, dapat digunakan untuk peramalan terhadap variabel lainnya, dan bisa digunakan sebagai penaksiran.

d.      Siqnifikan figure[7]
      Angka penting adalah semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran. Angka-angka tersebut diketahui dengan kepastian tertentu. Angka penting terdiri atas angka pasti dan angka taksiran atau angka yang diragukan. Yang dimaksudkan dengan angka pasti ialah angka yang diberikan oleh alat ukur sesuai dengan ketelitiannya, sedangkan angka tak pasti, yang dalam ilmu pengukuran dikenal dengan error atau uncertanty adalah ketidakpastian karena keterbatasan alat ukur.
      Ada beberapa aturan penting dan berlaku umum berkaitan dengan angka penting (signifikan figure), yakni:
1.      Angka yang bukan nol adalah angka penting, misalnya : 14569 = 5 angka penting, 2546 = 4 angka penting.
2.      Angka nol di sebelah kanan tanda desimal dan tidak diapit bukan angka nol bukan angka penting, misal : 25,00 = 2 angka penting. 25,000 = 2 angka penting. 2500 = 4 angka penting ( mengapa ? sebab tidak ada tanda desimalnya) 2500,00 = 4 angka penting.
3.      Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol atau setelah tanda desimal bukan angka penting. Misal : 0,00556 = 3 angka penting
0,035005 = 5 angka penting (karena angka nol diapit oleh angka bukan nol)
0,00006500 = 4 angka penting.
4.      Angka nol yang berada di antara angka bukan nol termasuk angka penting. Misal : 0,005006 = 4 angka penting.
5.      Dalam penjumlahan dan pengurangan angka penting, hasil dinyatakan memiliki 1 angka perkiraan dan 1 angka yang meragukan. Contoh : 1,425 + 2,56 = 3,985 dan hasilnya ditulis sebagai 3,99.
(I) 25,340 + 5,465 + 0,322 = 31,127 ditulis sebagai 31,127 (5 angka penting)
(II) 58,0 + 0,0038 + 0,00001 = 58,00281 ditulis menjadi 58,0
(III) 4,20 + 1,6523 + 0,015 = 5,8673 ditulis menjadi 5,87
(IV) 415,5 + 3,64 + 0,238 = 419,378 ditulis menjadi 419,4
Pada  contoh (I) ditulis tetap karena semua unsur memiliki angka yang berada di belakang tanda desimal jumlahnya sama. Pada contoh (II) ditulis menjadi 58,0 karena mengikuti angka penting terakhir aalah angka yang diragukan kepastiannya. Pada contoh (III) ditulis menjadi 5,87 karena mengikuti aturan angka penting terakhir ialah angka yang diragukan kepastiannya. Hal yang sama juga ditulis sebagaimana contoh (IV).  
6.      Dalam perkalian dan pembagian, hasil operasi dinyatakan dalam jumlah angka penting yang paling sedikit sebagaimana banyaknya angka penting dari bilangan-bilangan yang dioperasikan. Hasilnya harus dibulatkan hingga jumlah angka penting sama dengan jumlah angka penting berdasarkan faktor yang paling kecil jumlah angka pentingnya.
Contoh : 3,25 x 4,005 = …
3,25 = mengandung 3 angka penting 4,005 = mengandung 4 angka penting
Ternyata ada perkecualian sebagaimana contoh berikut yaitu 9,84 : 9,3 = 1,06 ditulis dalam aturan angka penting sebanyak 3 angka penting seharusnya menurut angka penting dalam perkalian/pembagian harus ditulis sebagai 1,1 (dalam 2 angka penting) tetapi perbedaan 1 di belakang tanda desimal pada angka terakhir 9,3 yakni 9,3 + 0,1 menggambarkan kesalahan sekitar 1% terhadap hasil pembagian (kesalahan 1% diperoleh dari 0,1:9,3 kemudian dikali seratus persen). Perbedaan dari penulisan angka penting 1,1 dari 1,1 + 0,1 menghasilkan kesalahan 10% (didapat dari 0,1 dibagi 1,1 kemudian dikali 100 persen). Berdasarkan analisis tersebut, maka ketepatan penulisan jawaban hasil bagi menjadi 1,1 jauh lebih rendah dibandingkan dengan menuliskan jawabannya menjadi 1,06. Jawaban yang benar dituliskan sebagai 1,06 karena perbedaan 1 pada angka terakhir bilangan faktor yang turut dalam unsur pembagian (9,3) memberi kesalahan relatif sebesar (kira-kira 1%) atau dapat ditulis sebagai 1,06 + 0,01
Alasan yang serupa juga diberikan pada soalan 0,92 x 1,13 hasilnya ditulis sebagai 1,04 dibandingkan menjadi 1,0396 (yang sudah sangat jelas lebih dari faktor angka penting paling sedikit yang diproses dalam pembagian tampak jika ditulis 1,039 memiliki 4 angka penting, jika ditulis 1,0396 memiliki 5 angka penting). Jika dikalikan, hasilnya diperoleh menjadi 13,01625 maka hasilnya ditulis menjadi 1,30 x 101. Batasan jumlah angka penting bergantung dengan tanda yang diberikan pada urutan angka dimaksud. Misal : 1256= 4 angka penting; 1256 = 3 angka penting (garis bawah di bawah angka 5) atau dituliskan seperti 1256 = 3 angka penting (angka 5 dipertebal).

     Berkaitan dengan hal ini penting untuk dipahami juga aturan pembulatan angka penting. Untuk perhitungan, analisis, atau laporan, sering dikehendaki pencatatan data kuantitatif dalam bentuk yang lebih sederhana. Oleh karena itu, bilangan-bilangan perlu disederhanakan atau dibulatkan. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa aturan yang berlaku.[8]
F Aturan 1: jika angka terkiri dari yang harus dihilangkan 4 atau kurang, maka angka terkanan dari yang mendahuluinya tidak berubah. Misalnya: Rp 59.376.402,96 dibulatkan menjadi Rp. 59 juta.
F Aturan 2: jika angka terkiri yang harus dihilangkan lebih dari 5 atau lima diikuti oleh angka bukan nol, maka angka terkanan dari yang mendahuluinya bertambah dengan satu. Misalnya: 6.948 Kg dibulatkan saja menjadi 7 ribu Kg.
F Aturan 3: jika angka terkiri dari yang harus dihilangkan hanya angka 5 atau 5 yang diikuti oleh angka nol belaka, maka angka terkanan dari yang mendahuluinya tetap jika ia genap, tambah satu jika ia ganjil. Misalnya: 8,5 dibulatkan tetap menjadi 8. Sedangkan kalau 19,5 dibulatkan akan menjadi 20.

3.      Perbedaan instrumen tes dan non tes[9]
            Instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Pada dasarnya instrumen dibagi dalam dua bagian yakni instrumen tes dan non-tes. Berikut akan diuraikan perbedaan instrumen tes dan non-tes.

a.       Instrumen tes
      Tes diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan objek ukur terhadap seperangkat konten atau materi tertentu. Dalam dunia pendidikan tes sangatlah berperan penting karena dapat mengukur ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dan dapat mengukur banyaknya pengetahuan yang telah diperoleh individu dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa, tes juga berfungsi sebagai motofator dalam kegiatan pembelajaran, dan juga berperan penting untuk upaya perbaikan kualitas pembelajaran. Instrumen tes bersifat performansi maksimum karena mengukur ketercapaian secara lengkap, menyeluruh dan objektif.
      Yang termasuk dalam kelompok instrumen tes ialah tes prestasi belajar, tes inteligensi, tes bakat dan tes kemampuan akademik. Ditinjau dari fungsinya sebagai alat untuk mengukur hasil belajar siswa, tes dibedakan menjadi dua golongan yakni tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test).
      Ditinjau dari aspek psikis yang diungkap, tes dibedakan menjadi tes inteligensi, tes kemampuan, tes sikap, tes kepribadian, dan tes hasil belajar.
      Ditinjau dari jumlah peserta yang mengikuti tes, maka tes dibedakan menjadi tes individual dan tes kelompok. Dari segi waktu yang disediakan bagi peserta tes, tes terdiri dari power test,(waktunya tidak dibatasi) dan speed test (waktu sangat terbatas)
      Ditinjau dari respon peserta, tes dibedakan menjaddi tes verbal dan tes non-verbal. Dari segi cara mengajukan pertanyaan, tes dibedakan menjadi tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
Contoh instrumen tes untuk mengukur tingkat ketercapaian siswa dalam mengenal tokoh-tokoh penting di Negara Indonesia. 
Soal: Presiden Indoneia yang pertama ialah....
a)      Susilo Bambang Yudiono
b)      Gusdur
c)      Soeharto
d)     Soekarno
Jawab: d.

b.      Instrumen non-tes
      Instrumen non-tes merupakan sarana/alat ukur yang bertujuan untuk menghimpun persepsi setiap individu terhadap suatu gejala, fenomena, atau objek tertentu. Instrumen ini bersifat performansi tipikal, karena memiliki kekhasannya tersendiri. Instrumen non-tes pada prindipnya tidak perlu dibuat standarisasi instrument, cukup dengan validitas isi dan konstruk. Biasanya instrumen ini digunakan dalam kualitatif dan kuantitatif (deskriptif, survey, ex-post facto, dan penelitian tindakan.
      Yang termasuk dalam instrumen non tes ialah skala sikap, skala penilaian, pedoman observasi, pedoman wawancara, pemeriksaan dokumen, dan angket.
Contoh: kuesioner untuk menghimpun sejauh mana motivasi siswa dalam berprestasi.
1)      Saya bekerja keras agar prestasi saya lebih baik dari teman-teman
a)      Selalu
b)      Sering
c)      Kadang-kadang
d)     Jarang
e)      Tidak pernah
2)      Saya menyelesaikan tugas dengan asal-asalan
a)      Selalu
b)      Sering
c)      Kadang-kadang
d)     Jarang
e)      Tidak pernah

Dari penjelasan singkat dan contoh di atas, dapatlah dilihat perbedaan antara instrumen tes dan non-tes sebagai berikut.
ü  Instrumen tes lebih bersifat mengukur, sedangkan non-tes bersifat menghimpun.
ü  Instrumen tes bersifat performansi maksimum sedangkan non-tes bersifat performansi tipikal.
ü  Instrumen tes akan menghasilkan data hasil pengukuran berbentuk data angka ordinal, interval, dan ratio, sedangkan instrumen non-tes akan menghasilkan penghimpunan berupa data naratif atau data angka nominal.
ü  Instrumen tes harus dibuat standarisasi instrumen berupa pengujian validitas empirik, reliabilitas, dan analsis butir soal, sedangkan instrumen non-testidak perlu standarisasi instrumen, tetapi cukup dengan validitas isi dan konstruk.
ü  Instrumen tes sering digunakan dalam penelitian kuantitatif seperti: eksperimental, korelasional, dan komparatif, sedangkan instrumen non-tes sering digunakan dalam penelitian kualitatif dan juga kuantitatif seperti: deskriptif, survey, ex-post facto, dan penelitian tindakan.


4.      Perbedaan uji kompetensi dan penilaian kinerja dilihat dari praktik pengukuran[10]
a.       Uji kompetensi
      Kompetensi berasal dari kata competent atau competence yang berarti wewenang atau kemampuan. Kompetensi pada prinsipnya amatlah kompleks dan merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang yang terkait dengan profesi tertentu terutama yang berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan atau diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk mewujudkan profesi tersebut. Tentu keterampilan, sikap, dan nilai-nilai tersebut merupakan suatu yang profesional yang dimiliki oleh individu demi keberhasilan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan tertentu.
      Dari pengertian ini dapatlah diketahui bahwa uji kompetensi berkaitan dengan menguji, mengukur sejauh mana seseorang memiliki keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang benar-benar profesional untuk melaksanakan tugas atau jabatan tertentu.
b.      Penilaian kinerja
      Kinerja berasal dari kata performance atau performa kerja yang secara harfiah diartikan sebagai unjuk kerja, penampilan kerja, kemampuan kerja, atau prestasi yang diperlihatkan. Sebagai penampilan kerja, kinerja adalah perilaku yang ditunjukkan seseorang selama menjalankan pekerjaan. Dalam pengertian kemampuan atau prestasi kerja, kinerja adalah tingkat keberhasilan di dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, kinerja berarti kumpulan total perilaku kerja yang ditunjukkan seseorang, dan tingkat keberhasilannya dalam menjalankan tugas.
      Menurut Grifffin (1992:421) Penilaian kinerja dapat diartikan sebagai suatu proses evaluasi perilaku karyawan dengan cara mengukur dan membandingkannya dengan standar atau kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Menurut Frank (1983:7) penilaian kinerja melibatkan metode-metode dan prosedur-prosedur yang menyediakan indeks-indeks kuatitatif pekerja dalam mendemonstrasikan tingkah laku kerja tertentu, dan hasil dari tingkah laku tersebut.
      Ada tiga hal untuk menentukan kesuksesan penilaian tersebut yakni komitmen terhadap tujuan penilaian, analisis pekerjaan dan pengukuran.
      Dari pengertian yang telah diuraikan di atas dapatlah dilihat perbedaan antara uji kompetensi dan penilaian kinerja dari segi praktik pengkurannya.
F Praktik pengukuran pada uji kompetensi menggunakan instrumen tes (pilihan ganda, essai test, dan lain-lain), sedangkan pada penilaian kinerja menggunakan instrumen non-tes ( seperti pedoman observasi, menandai jawaban (chek list), skala cabang (garis/baris), skala produk, forto folio)
F Praktik pengukuran pada uji kompetensi selalu objektif, sedangkan pada penilaian kinerja cendrung subjektif.
F Pelaksanaan pengukuran pada uji kompetensi tidak terlalu membutuhkan banyak waktu sedangkan dalam penilaian kinerja membutuhkan banyak waktu.
F Komponen yang dikembangkan dan diukur dalam penilaian kinerja lebih lengkap dibandingkan dengan uji kompetensi. Misalnya mengukur kemampuan orang dalam berpidato, sangat tidak mungkin untuk dilakukan melalui tes tertulis, ini hanya dapat dilakukan melalui penilaian kinerja.
F Uji kompetensi cendrung tidak mengukur semua ketrampilan, nilai, dan juga pengetahuan, sedangkan penilaian kinerja bisa mengukur semuanya secara menyeluruh.
F Praktik pengukuran pada uji kompetensi bisa individual dan kelompok, sedangkan dalam penilaian kinerja cendrung bersifat individual.










5.      Standar kompetensi lulusan satuan pendidikan dan kisi-kisi soal tes sumatif
Catatan: standar kompetensi yang saya pilih adalah standar kompetensi Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah.
Kisi-kisi Soal tes Sumatif
Nama Sekolah             : SMP S
Mata Pelajaran            : Pendidikan Agama Katolik
Kelas/smst                   : VII/1
Tahun sekolah             : 2011/2012
Standar Kompetensi   : peserta didik dapat menguraikan pemahaman tentang pribadinya sebagai pria dan wanita yang memiliki rupa-rupa kemampuan dan keterbatasan untuk berelasi dengan sesama dan lingkungannya.
No
Kompetensi dasar
Materi
Indikator
Bentuk soal
Jumlah soal
PG
I
ET

1
Memahami dan menyadari pribadinya diciptakan
sebagai citra Allah yang tumbuh dan
berkembang bersama orang lain
Martabat luhur sebagai citra Allah
Menyebutkan hal-hal yang mirip antara dirinya dengan kedua orang tuanya.
3
1
-
4
Menyebutkan perbedaan antara manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya
2
1
-
3
Pengertian manusia sebagai Citra Allah berdasarkan kutipan Kej 1:26-2:17 dan GS 12
2
1
1
4
Menyebutkan sikap dan perilaku manusia yang mencerminkan dirinya sebagai Citra Allah
2
-
1
3
2
Menjelaskan tugas
manusia sebagai
Citra Allah
Tugas manusia sebagai citra Allah
Menyebutkan tugas manusia sebagai Citra Allah menurut kutipan Kej 1:29-30..
4
1
-
5
Menyebutkan contoh-contoh
Pelaksanaan tugas manusia yang sesuai dengan panggilannya sebagai Citra Allah.
2
1
-
3
Menyebutkan contoh-contoh
Tindakan manusia yang bertentangan dengan panggilannya sebagai Citra Allah
2
-
1
3
3
Menyadari kemampuan
dan keterbatasan
dirinya sehingga
terpanggil untuk
mensyukurinya.
Aku memiliki kemampuan
Menyebutkan bentuk-bentuk kelebihan diri
3
1
-
4
Menyebutkan bentuk kekurangan diri
2
-
-
2
Menyebutkan kelebihan dan kekurangan orang lain
2
1
-
3
4
Siswa mampu
mengungkapkan
rasa syukur atas
hidup yang
dikaruniakan
Tuhan.
Syukur atas hidup
Menjelaskan makna hidup sebagai anugerah Allah
3
1
1
5
Menjelaskan perlunya sikap bersyukur atas kehidupan berdasarkan refleksi atas kutipan Luk 17:11-19.
3
2
-
5
Menyusun doa ucapan syukur atas anugerah
kehidupan yang diterimanya.
-
-
1
1
JUMLAH SOAL
30
10
5
45
Keterangan: PG= Pilihan Ganda; I: isian singkat; ET=Essay test.


[1] Diringkas dari Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran dalam Pendidikan, Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2004, hal. 2-7
[2] Riduwan, Dasar-dasar Statistika, Bandung: Alphabeta, 2010, hal. 32-37. Bdk. juga Djaali dan Pudji Muljono, Op. Cit.,hal. 33-37
                [3] Djaali dan Pudji Muljono, Op.Cit.,hal. 37-42            
                [4] Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 4              
                [5] Sudjana, Metode Statistika, Bandung: Tarsito, 2005, hal.367.
                [6] H. Agus Irianto, Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 206
                [8] Sudjana, Op.Cit., hal. 9-10
                [9] Jawaban pada nomor ini merupakan hasil ringkasan dari buku Djaali dan pudji Muljono, Op. Cit.,hal. 7-32
                [10] Jawaban pada nomor ini merupakan racikan dari Soeprijanto, Pengukuran Kinerja Guru Praktik Kejuruan: Konsep dan Teknik Pengembangan Instrumen, Jakarta: CV Tursina, 2010. Hal. 22-36. 

Senin, 28 Mei 2012

Cerita Tentang Kita


Tentang diriku, hanya aku yang tahu, tidak juga kau. 

Tentang dirimu, hanya engkau yang tahu, tidak juga aku

Tentang kita, aku harus tahu, dan juga kau 

Tentang mereka, hanya mereka yang tahu, tidak juga kita
Tentang kami, hanya kami yang tahu, tidak juga kamu

Tentang dia, hanya dia yang tahu, tidak juga kau dan aku
 

(AS, Jkt,28052013)