Nama :
Alfonsus Sam
Nomor Registrasi :
7816110450
Program Studi :
PEP
Mata ujian :
Pengukuran Pendidikan
Dosen Pengampu :
Dr. Soeprijanto, M.Pd
A.
Soal
1.
Jelaskan konteks, lingkup serta tujuan pengukuran pendidikan!
2.
Jelaskan sesuai pemahaman tentang skala, statistik deskriptif, koefisien
korelasi, dan signifikan figure (keberartian angka)
3.
Jelaskan dengan contoh perbedaan instrumen tes dan non tes
4.
Jelaskan perbedaan uji kompetensi dan penilaian kinerja dilihat dari
praktik pengukurannya.
5.
Cari standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (sekolah). Gunakan
untuk membuat kisi-kisi soal tes sumatif (mata pelajaran dapat dipilih).
B. Jawaban
1.
Konteks, Lingkup, dan Tujuan Pengukuran Pendidikan[1]
Pengukuran
yang diterjemahkan dari kata bahasa Inggris Measurement
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka
terhadap sesuatu objek pengukuran atau objek ukur. Kekhasan dari pengukuran
ialah bahwa selalu bersifat kuantitatif. Menurut Cangelosi (1984), pengukuran
merupakan proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Secara lebih
luas, Wiersma dan Jurs memberikan definisi pengukuran sebagai penilaian numerik
terhadap fakta-fakta dari objek yang hendak diukur menurut kriteria atau
satuan-satuan tertentu.
Dalam
bidang pendidikan mutlak diperlukan pengukuran. Kini dikenal dengan istilah
pengukuran pendidikan. pengukuran pendidikan pada prisnsipnya merupakan proses
memasang fakta-fakta suatu objek dengan satuan-satuan ukuran tertentu dalam
lingkup pendidikan.
Ruang
lingkup pengukuran dalam pendidikan meliputi pemberian angka dan satuan-satuan
tertentu pada objek pembelajaran seperti prestasi atau hasil belajar siswa,
sikap, motivasi, inteligensi, bakat, kecerdasan emosional, minat, dan
kepribadian.
Pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki
peranan yang amat penting. Ada tujuan penting dan urgen dari pengukuran dalam
dunia pendidikan. data hasil pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki arti
penting bagi semua stake holder
pendidikan. Bagi guru, hasil pengukuran berfungsi untuk membandingkan tingkat
kemampuan siswa dengan siswa lainnya dalam kelompok yang diajarnya. Bagi orang
tua siswa, data hasil pengukuran dapat menjadi informasi tentang kemajuan
belajar anaknya. Bagi siswa sendiri, data hasil pengukuran menjadi pemicu dalam
belajarnya. Siswa dapat mengetahui kemampuannya secara lengkap dan menyeluruh.
Dengannya dia dapat mengembangkan sendiri dan menemukan metode pembelajaran
yang cocok baginya. Bagi masyarakat umum, data hasil pengukuran akan merupakan
informasi penting dalam rangka mengetahui kemajuan dari suatu lembaga
pendidikan. bagi pemerintah, data hasil pengukuran dapat menjadi informasi
penting dalam rangka menentukan kebijakan yang tepat untuk mengembangkan
lembaga pendidikan.
2.
Skala, statistik deskriptif, koefisien korelasi, dan signifikan figure.
a. Skala[2]
Skala merupakan seperangkat
aturan untuk mengkuantitatifkan data pengukuran dari suatu variabel. Maksud
dari skala tersebut ialah untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur
supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah
penelitian selanjutnya. Dilihat dari bentuk data yang dihaasilkan melalui
kegiatan pengukuran, maka skala pengukuran dibagi menjadi empat macam yakni
skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala ratio.
Skala nominal merupakan jenis
skala yang paling sederhana yang berupa pengelompokkan atau pengkategorisasian
kejadian atau fenomena ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori, sehingga
yang masuk dalam satu kelas atau kategori ialah sama dalam hal atribut atau sifatnya.
Perbedaan kelas atau kategori tidak menunjukkan adanya tingkatan, yang ada
hanya menunjukkan simbol atau lambang dari suatu kategori tertentu.
Skala Ordinal ialah skala yang
didasarkan pada ranking, diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang
yang lebih rendah atau sebaliknya. Skala ini memberikan perbedaan antara satu
jenis data dengan jenis data yang lain berdasarkan besar kecilnya, tinggi
rendahnya, baik buruknya, dan lain-lain.
Skala interval ialah skala
yang memiliki jarak yang sama antara satu data dengan data yang lain. Hal ini
terjadi karena menggunakan unit pengukuran yang konsisten atau satuan yang
sama. Dalam skala interval tidak dikenal nol mutlak.
Skala ratio ialah skala
pengukuran yang memiliki nilai nol mutlak dan memiliki jarak yang sama. Skala
ratio dan interval sering digunakan dalam pengukuran fenomena psikologi,
sedangkan dua skala lainnya digunakan untuk mengukur gejala sosial.
Dari keempat jenis skala yang
telah dijelaskan terdahulu, selanjutnya dikembangkan tipe-tipe skala dalam
pengukuran. Tipe skala pengukuran dimaksud ialah skala likert, skala semantik differensial, rating scale, dan skala
Thurstone.[3]
Skala likert ialah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, atau persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu variabel,
konsep, gejala, atau fenomena. Skala semantik
differensial atau skala perbedaan semantik berusaha mengukur arti objek
atau konsep bagi seorang responden. Berbeda dengan dua skala terdahulu, kalau
keduanya berupa data kualitatif yang dikuantitatifkan, maka pada Rating scale berupa data kuantitatif
yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kulaitatif. Sedangkan skala thurstone ialah suatu skala yang disusun
untuk mengurutkan responden berdasarkan suatu kriteria tertentu.
b. Statistik Deskriptif
Statsitik deskriptif lazim
dikenal juga dengan istilah statistik deduktif dan statistik sederhana. Yang
dimaksudkan dengan statistik deskriptif ialah statistik yang tingkat
pekerjaannya mencakup cara-cara menghimpun, menyusun atau mengatur, mengolah,
menyajikan, dan menganalisi data angka, agar dapat memberikan gambaran yang
teratur, ringkas, dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa, atau keadaan.[4]
Dengan perkataan lain, statistik deskriptif ialah statistik yang mempunyai
tugas mengorganisasi dan menganalisis data angka agar dapat memberikan gambaran
secara teratur, ringkas, dan jelas, mengenai suatu gejala, peristiwa, atau
keadaan, sehingga dapat ditarik pengertian atau makna tertentu.
c. Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi adalah
ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan, terutama untuk data
kuantitatif[5].
Derajat hubungan yang dimaksud adalah seberapa besar kontribusi variabel bebas
terhadap variabel terikat. Dalam regresi linear sederhana, koefisien korelasi
merupakan kuadrat korelasi antara Y dan X, sedangkan dalam regresi linear
ganda, koefisien korelasi merupakan sumbangan atau kontribusi bersama dari
seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat[6].
Adapun kegunaan dari koefisien
korelasi ialah untuk menentukan hubungan dan besarnya hubungan antara dua
variabel, dapat digunakan untuk peramalan terhadap variabel lainnya, dan bisa
digunakan sebagai penaksiran.
d. Siqnifikan figure[7]
Angka penting
adalah semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran. Angka-angka tersebut
diketahui dengan kepastian tertentu. Angka penting terdiri atas angka pasti dan
angka taksiran atau angka yang diragukan. Yang dimaksudkan dengan angka pasti
ialah angka yang diberikan oleh alat ukur sesuai dengan ketelitiannya,
sedangkan angka tak pasti, yang dalam ilmu pengukuran dikenal dengan error atau
uncertanty adalah ketidakpastian karena keterbatasan alat ukur.
Ada beberapa aturan
penting dan berlaku umum berkaitan dengan angka penting (signifikan figure),
yakni:
1.
Angka yang bukan nol adalah angka
penting, misalnya : 14569 = 5 angka penting, 2546 = 4 angka penting.
2.
Angka nol di sebelah kanan tanda desimal
dan tidak diapit bukan angka nol bukan angka penting, misal : 25,00 = 2
angka penting. 25,000 = 2 angka penting. 2500 = 4 angka penting ( mengapa ? sebab
tidak ada tanda desimalnya) 2500,00 = 4 angka penting.
3.
Angka nol yang terletak di sebelah kiri
angka bukan nol atau setelah tanda desimal bukan
angka penting. Misal : 0,00556 = 3 angka penting
0,035005 = 5 angka penting (karena angka nol diapit oleh angka bukan nol)
0,00006500 = 4 angka penting.
0,035005 = 5 angka penting (karena angka nol diapit oleh angka bukan nol)
0,00006500 = 4 angka penting.
4.
Angka nol yang berada di antara angka
bukan nol termasuk angka penting. Misal : 0,005006 = 4 angka penting.
5.
Dalam penjumlahan dan pengurangan angka penting, hasil dinyatakan
memiliki 1 angka perkiraan dan 1 angka yang meragukan. Contoh : 1,425 + 2,56 = 3,985 dan hasilnya ditulis
sebagai 3,99.
(I) 25,340 + 5,465 + 0,322 =
31,127 ditulis sebagai 31,127 (5 angka penting)
(II) 58,0 + 0,0038 + 0,00001 =
58,00281 ditulis menjadi 58,0
(III) 4,20 + 1,6523 + 0,015 = 5,8673 ditulis menjadi 5,87
(IV) 415,5 + 3,64 + 0,238 = 419,378 ditulis menjadi 419,4
Pada contoh (I) ditulis tetap karena semua unsur memiliki angka yang berada di belakang tanda desimal jumlahnya sama. Pada contoh (II) ditulis menjadi 58,0 karena mengikuti angka penting terakhir aalah angka yang diragukan kepastiannya. Pada contoh (III) ditulis menjadi 5,87 karena mengikuti aturan angka penting terakhir ialah angka yang diragukan kepastiannya. Hal yang sama juga ditulis sebagaimana contoh (IV).
(III) 4,20 + 1,6523 + 0,015 = 5,8673 ditulis menjadi 5,87
(IV) 415,5 + 3,64 + 0,238 = 419,378 ditulis menjadi 419,4
Pada contoh (I) ditulis tetap karena semua unsur memiliki angka yang berada di belakang tanda desimal jumlahnya sama. Pada contoh (II) ditulis menjadi 58,0 karena mengikuti angka penting terakhir aalah angka yang diragukan kepastiannya. Pada contoh (III) ditulis menjadi 5,87 karena mengikuti aturan angka penting terakhir ialah angka yang diragukan kepastiannya. Hal yang sama juga ditulis sebagaimana contoh (IV).
6.
Dalam perkalian
dan pembagian, hasil operasi dinyatakan dalam jumlah angka penting
yang paling sedikit sebagaimana banyaknya angka penting dari bilangan-bilangan
yang dioperasikan. Hasilnya harus dibulatkan hingga jumlah angka penting sama
dengan jumlah angka penting berdasarkan faktor yang paling kecil jumlah angka
pentingnya.
Contoh : 3,25 x 4,005 = …
Contoh : 3,25 x 4,005 = …
3,25 =
mengandung 3 angka penting 4,005 = mengandung 4 angka penting
Ternyata ada perkecualian sebagaimana contoh berikut yaitu 9,84 : 9,3 = 1,06 ditulis dalam aturan angka penting sebanyak 3 angka penting seharusnya menurut angka penting dalam perkalian/pembagian harus ditulis sebagai 1,1 (dalam 2 angka penting) tetapi perbedaan 1 di belakang tanda desimal pada angka terakhir 9,3 yakni 9,3 + 0,1 menggambarkan kesalahan sekitar 1% terhadap hasil pembagian (kesalahan 1% diperoleh dari 0,1:9,3 kemudian dikali seratus persen). Perbedaan dari penulisan angka penting 1,1 dari 1,1 + 0,1 menghasilkan kesalahan 10% (didapat dari 0,1 dibagi 1,1 kemudian dikali 100 persen). Berdasarkan analisis tersebut, maka ketepatan penulisan jawaban hasil bagi menjadi 1,1 jauh lebih rendah dibandingkan dengan menuliskan jawabannya menjadi 1,06. Jawaban yang benar dituliskan sebagai 1,06 karena perbedaan 1 pada angka terakhir bilangan faktor yang turut dalam unsur pembagian (9,3) memberi kesalahan relatif sebesar (kira-kira 1%) atau dapat ditulis sebagai 1,06 + 0,01
Alasan yang serupa juga diberikan pada soalan 0,92 x 1,13 hasilnya ditulis sebagai 1,04 dibandingkan menjadi 1,0396 (yang sudah sangat jelas lebih dari faktor angka penting paling sedikit yang diproses dalam pembagian tampak jika ditulis 1,039 memiliki 4 angka penting, jika ditulis 1,0396 memiliki 5 angka penting). Jika dikalikan, hasilnya diperoleh menjadi 13,01625 maka hasilnya ditulis menjadi 1,30 x 101. Batasan jumlah angka penting bergantung dengan tanda yang diberikan pada urutan angka dimaksud. Misal : 1256= 4 angka penting; 1256 = 3 angka penting (garis bawah di bawah angka 5) atau dituliskan seperti 1256 = 3 angka penting (angka 5 dipertebal).
Ternyata ada perkecualian sebagaimana contoh berikut yaitu 9,84 : 9,3 = 1,06 ditulis dalam aturan angka penting sebanyak 3 angka penting seharusnya menurut angka penting dalam perkalian/pembagian harus ditulis sebagai 1,1 (dalam 2 angka penting) tetapi perbedaan 1 di belakang tanda desimal pada angka terakhir 9,3 yakni 9,3 + 0,1 menggambarkan kesalahan sekitar 1% terhadap hasil pembagian (kesalahan 1% diperoleh dari 0,1:9,3 kemudian dikali seratus persen). Perbedaan dari penulisan angka penting 1,1 dari 1,1 + 0,1 menghasilkan kesalahan 10% (didapat dari 0,1 dibagi 1,1 kemudian dikali 100 persen). Berdasarkan analisis tersebut, maka ketepatan penulisan jawaban hasil bagi menjadi 1,1 jauh lebih rendah dibandingkan dengan menuliskan jawabannya menjadi 1,06. Jawaban yang benar dituliskan sebagai 1,06 karena perbedaan 1 pada angka terakhir bilangan faktor yang turut dalam unsur pembagian (9,3) memberi kesalahan relatif sebesar (kira-kira 1%) atau dapat ditulis sebagai 1,06 + 0,01
Alasan yang serupa juga diberikan pada soalan 0,92 x 1,13 hasilnya ditulis sebagai 1,04 dibandingkan menjadi 1,0396 (yang sudah sangat jelas lebih dari faktor angka penting paling sedikit yang diproses dalam pembagian tampak jika ditulis 1,039 memiliki 4 angka penting, jika ditulis 1,0396 memiliki 5 angka penting). Jika dikalikan, hasilnya diperoleh menjadi 13,01625 maka hasilnya ditulis menjadi 1,30 x 101. Batasan jumlah angka penting bergantung dengan tanda yang diberikan pada urutan angka dimaksud. Misal : 1256= 4 angka penting; 1256 = 3 angka penting (garis bawah di bawah angka 5) atau dituliskan seperti 1256 = 3 angka penting (angka 5 dipertebal).
Berkaitan dengan hal ini penting untuk
dipahami juga aturan pembulatan angka penting. Untuk perhitungan, analisis,
atau laporan, sering dikehendaki pencatatan data kuantitatif dalam bentuk yang
lebih sederhana. Oleh karena itu, bilangan-bilangan perlu disederhanakan atau
dibulatkan. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa aturan yang berlaku.[8]
F
Aturan 1: jika angka terkiri dari yang harus
dihilangkan 4 atau kurang, maka angka terkanan dari yang mendahuluinya tidak
berubah. Misalnya: Rp 59.376.402,96 dibulatkan menjadi Rp. 59 juta.
F
Aturan 2: jika angka terkiri yang harus
dihilangkan lebih dari 5 atau lima diikuti oleh angka bukan nol, maka angka
terkanan dari yang mendahuluinya bertambah dengan satu. Misalnya: 6.948 Kg
dibulatkan saja menjadi 7 ribu Kg.
F
Aturan 3: jika angka terkiri dari yang harus
dihilangkan hanya angka 5 atau 5 yang diikuti oleh angka nol belaka, maka angka
terkanan dari yang mendahuluinya tetap jika ia genap, tambah satu jika ia
ganjil. Misalnya: 8,5 dibulatkan tetap menjadi 8. Sedangkan kalau 19,5
dibulatkan akan menjadi 20.
3.
Perbedaan instrumen tes dan non tes[9]
Instrumen
adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis sehingga dapat
dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan
data mengenai suatu variabel. Pada dasarnya instrumen dibagi dalam dua bagian
yakni instrumen tes dan non-tes. Berikut akan diuraikan perbedaan instrumen tes
dan non-tes.
a. Instrumen tes
Tes diartikan sebagai alat
yang dipergunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan objek ukur
terhadap seperangkat konten atau materi tertentu. Dalam dunia pendidikan tes
sangatlah berperan penting karena dapat mengukur ketercapaian tujuan yang telah
ditetapkan dan dapat mengukur banyaknya pengetahuan yang telah diperoleh
individu dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain sebagai alat untuk
mengukur prestasi belajar siswa, tes juga berfungsi sebagai motofator dalam
kegiatan pembelajaran, dan juga berperan penting untuk upaya perbaikan kualitas
pembelajaran. Instrumen tes bersifat performansi maksimum karena mengukur
ketercapaian secara lengkap, menyeluruh dan objektif.
Yang termasuk dalam kelompok
instrumen tes ialah tes prestasi belajar, tes inteligensi, tes bakat dan tes
kemampuan akademik. Ditinjau dari fungsinya sebagai alat untuk mengukur hasil
belajar siswa, tes dibedakan menjadi dua golongan yakni tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test).
Ditinjau dari aspek psikis
yang diungkap, tes dibedakan menjadi tes inteligensi, tes kemampuan, tes sikap,
tes kepribadian, dan tes hasil belajar.
Ditinjau dari jumlah peserta
yang mengikuti tes, maka tes dibedakan menjadi tes individual dan tes kelompok.
Dari segi waktu yang disediakan bagi peserta tes, tes terdiri dari power test,(waktunya tidak dibatasi) dan speed test (waktu sangat terbatas)
Ditinjau dari respon peserta,
tes dibedakan menjaddi tes verbal dan tes non-verbal. Dari segi cara mengajukan
pertanyaan, tes dibedakan menjadi tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
Contoh instrumen tes untuk mengukur tingkat ketercapaian siswa dalam
mengenal tokoh-tokoh penting di Negara Indonesia.
Soal: Presiden Indoneia yang pertama ialah....
a) Susilo Bambang Yudiono
b) Gusdur
c) Soeharto
d) Soekarno
Jawab: d.
b. Instrumen non-tes
Instrumen non-tes merupakan
sarana/alat ukur yang bertujuan untuk menghimpun persepsi setiap individu
terhadap suatu gejala, fenomena, atau objek tertentu. Instrumen ini bersifat
performansi tipikal, karena memiliki kekhasannya tersendiri. Instrumen non-tes
pada prindipnya tidak perlu dibuat standarisasi instrument, cukup dengan
validitas isi dan konstruk. Biasanya instrumen ini digunakan dalam kualitatif
dan kuantitatif (deskriptif, survey, ex-post facto, dan penelitian tindakan.
Yang termasuk dalam instrumen
non tes ialah skala sikap, skala penilaian, pedoman observasi, pedoman
wawancara, pemeriksaan dokumen, dan angket.
Contoh: kuesioner untuk menghimpun sejauh mana motivasi siswa dalam
berprestasi.
1) Saya bekerja keras agar
prestasi saya lebih baik dari teman-teman
a) Selalu
b) Sering
c) Kadang-kadang
d) Jarang
e) Tidak pernah
2) Saya menyelesaikan tugas
dengan asal-asalan
a) Selalu
b) Sering
c) Kadang-kadang
d) Jarang
e) Tidak pernah
Dari penjelasan singkat dan contoh di atas,
dapatlah dilihat perbedaan antara instrumen tes dan non-tes sebagai berikut.
ü
Instrumen tes lebih bersifat mengukur, sedangkan non-tes bersifat
menghimpun.
ü
Instrumen tes bersifat performansi maksimum sedangkan non-tes bersifat
performansi tipikal.
ü
Instrumen tes akan menghasilkan data hasil pengukuran berbentuk data
angka ordinal, interval, dan ratio, sedangkan instrumen non-tes akan
menghasilkan penghimpunan berupa data naratif atau data angka nominal.
ü
Instrumen tes harus dibuat standarisasi instrumen berupa pengujian
validitas empirik, reliabilitas, dan analsis butir soal, sedangkan instrumen
non-testidak perlu standarisasi instrumen, tetapi cukup dengan validitas isi
dan konstruk.
ü
Instrumen tes sering digunakan dalam penelitian kuantitatif seperti:
eksperimental, korelasional, dan komparatif, sedangkan instrumen non-tes sering
digunakan dalam penelitian kualitatif dan juga kuantitatif seperti: deskriptif,
survey, ex-post facto, dan penelitian tindakan.
4.
Perbedaan uji kompetensi dan penilaian kinerja dilihat dari praktik
pengukuran[10]
a. Uji kompetensi
Kompetensi berasal dari kata competent atau competence yang berarti wewenang atau kemampuan. Kompetensi pada
prinsipnya amatlah kompleks dan merupakan satu kesatuan yang utuh yang
menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang
dimiliki seseorang yang terkait dengan profesi tertentu terutama yang berkenaan
dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan atau diwujudkan dalam bentuk tindakan
atau kinerja untuk mewujudkan profesi tersebut. Tentu keterampilan, sikap, dan
nilai-nilai tersebut merupakan suatu yang profesional yang dimiliki oleh
individu demi keberhasilan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan tertentu.
Dari pengertian ini dapatlah
diketahui bahwa uji kompetensi berkaitan dengan menguji, mengukur sejauh mana
seseorang memiliki keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang benar-benar
profesional untuk melaksanakan tugas atau jabatan tertentu.
b. Penilaian kinerja
Kinerja berasal dari kata performance atau performa kerja yang
secara harfiah diartikan sebagai unjuk kerja, penampilan kerja, kemampuan
kerja, atau prestasi yang diperlihatkan. Sebagai penampilan kerja, kinerja
adalah perilaku yang ditunjukkan seseorang selama menjalankan pekerjaan. Dalam
pengertian kemampuan atau prestasi kerja, kinerja adalah tingkat keberhasilan
di dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian, kinerja berarti kumpulan total perilaku kerja yang
ditunjukkan seseorang, dan tingkat keberhasilannya dalam menjalankan tugas.
Menurut Grifffin (1992:421)
Penilaian kinerja dapat diartikan sebagai suatu proses evaluasi perilaku
karyawan dengan cara mengukur dan membandingkannya dengan standar atau kriteria
yang ditetapkan sebelumnya. Menurut Frank (1983:7) penilaian kinerja melibatkan
metode-metode dan prosedur-prosedur yang menyediakan indeks-indeks kuatitatif
pekerja dalam mendemonstrasikan tingkah laku kerja tertentu, dan hasil dari tingkah
laku tersebut.
Ada tiga hal untuk menentukan
kesuksesan penilaian tersebut yakni komitmen terhadap tujuan penilaian,
analisis pekerjaan dan pengukuran.
Dari pengertian yang telah
diuraikan di atas dapatlah dilihat perbedaan antara uji kompetensi dan
penilaian kinerja dari segi praktik pengkurannya.
F
Praktik pengukuran pada uji kompetensi menggunakan instrumen tes (pilihan
ganda, essai test, dan lain-lain), sedangkan pada penilaian kinerja menggunakan
instrumen non-tes ( seperti pedoman observasi, menandai
jawaban (chek list), skala cabang (garis/baris), skala
produk, forto
folio)
F
Praktik pengukuran pada uji kompetensi selalu objektif, sedangkan pada
penilaian kinerja cendrung subjektif.
F
Pelaksanaan pengukuran pada uji kompetensi tidak terlalu membutuhkan
banyak waktu sedangkan dalam penilaian kinerja membutuhkan banyak waktu.
F
Komponen yang dikembangkan dan diukur dalam penilaian kinerja lebih
lengkap dibandingkan dengan uji kompetensi. Misalnya mengukur kemampuan orang
dalam berpidato, sangat tidak mungkin untuk dilakukan melalui tes tertulis, ini
hanya dapat dilakukan melalui penilaian kinerja.
F
Uji kompetensi cendrung tidak mengukur semua ketrampilan, nilai, dan juga
pengetahuan, sedangkan penilaian kinerja bisa mengukur semuanya secara
menyeluruh.
F
Praktik pengukuran pada uji kompetensi bisa individual dan kelompok,
sedangkan dalam penilaian kinerja cendrung bersifat individual.
5.
Standar kompetensi lulusan satuan pendidikan dan kisi-kisi soal tes
sumatif
Catatan: standar kompetensi
yang saya pilih adalah standar kompetensi Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Menengah.
Kisi-kisi Soal tes Sumatif
Nama Sekolah : SMP S
Mata Pelajaran :
Pendidikan Agama Katolik
Kelas/smst : VII/1
Tahun sekolah :
2011/2012
Standar Kompetensi : peserta
didik dapat menguraikan pemahaman tentang pribadinya sebagai pria dan wanita
yang memiliki rupa-rupa kemampuan dan keterbatasan untuk berelasi dengan sesama
dan lingkungannya.
No
|
Kompetensi dasar
|
Materi
|
Indikator
|
Bentuk soal
|
Jumlah soal
|
||
PG
|
I
|
ET
|
|
||||
1
|
Memahami dan menyadari pribadinya diciptakan
sebagai citra Allah yang tumbuh dan
berkembang bersama orang lain
|
Martabat luhur sebagai citra Allah
|
Menyebutkan hal-hal yang mirip antara dirinya dengan
kedua orang tuanya.
|
3
|
1
|
-
|
4
|
Menyebutkan perbedaan antara manusia dengan ciptaan
Tuhan lainnya
|
2
|
1
|
-
|
3
|
|||
Pengertian manusia sebagai Citra Allah berdasarkan
kutipan Kej 1:26-2:17 dan GS 12
|
2
|
1
|
1
|
4
|
|||
Menyebutkan sikap dan perilaku manusia yang
mencerminkan dirinya sebagai Citra Allah
|
2
|
-
|
1
|
3
|
|||
2
|
Menjelaskan tugas
manusia sebagai
Citra Allah
|
Tugas manusia sebagai citra Allah
|
Menyebutkan tugas manusia sebagai Citra Allah
menurut kutipan Kej 1:29-30..
|
4
|
1
|
-
|
5
|
Menyebutkan contoh-contoh
Pelaksanaan tugas manusia yang sesuai dengan
panggilannya sebagai Citra Allah.
|
2
|
1
|
-
|
3
|
|||
Menyebutkan contoh-contoh
Tindakan manusia yang bertentangan dengan
panggilannya sebagai Citra Allah
|
2
|
-
|
1
|
3
|
|||
3
|
Menyadari kemampuan
dan keterbatasan
dirinya sehingga
terpanggil untuk
mensyukurinya.
|
Aku memiliki kemampuan
|
Menyebutkan bentuk-bentuk kelebihan diri
|
3
|
1
|
-
|
4
|
Menyebutkan bentuk kekurangan diri
|
2
|
-
|
-
|
2
|
|||
Menyebutkan kelebihan dan kekurangan orang lain
|
2
|
1
|
-
|
3
|
|||
4
|
Siswa mampu
mengungkapkan
rasa syukur atas
hidup yang
dikaruniakan
Tuhan.
|
Syukur atas hidup
|
Menjelaskan makna hidup sebagai anugerah Allah
|
3
|
1
|
1
|
5
|
Menjelaskan perlunya sikap bersyukur atas kehidupan
berdasarkan refleksi atas kutipan Luk 17:11-19.
|
3
|
2
|
-
|
5
|
|||
Menyusun doa ucapan syukur atas anugerah
kehidupan yang diterimanya.
|
-
|
-
|
1
|
1
|
|||
JUMLAH SOAL
|
30
|
10
|
5
|
45
|
Keterangan: PG= Pilihan Ganda; I: isian singkat;
ET=Essay test.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar